Rabu, 04 Januari 2012

Sejarah dan Sistem Ekonomi Indonesia


Perlu diketahui bahwa pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi di suatu negara sangat di tentukan oleh banyak faktor, baik internal ( domestik ) maupun eksternal ( global ). Faktor-faktor internal di antaranya adalah kondisi fisik dan Sumber Daya manusia (SDM) yang dimiliki, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik serta peran pemerintah di dalam ekonomi. Sedangkan, faktor-faktor eksternal di antaranya adalah perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, serta keamanan global.

Akan tetapi, untuk dapat memahami sepenuhnya sifat proses dan pola pembangunan ekonomi di suatu negara serta kemajuan-kemajuan yg telah dicapainya selama kurun waktu tertentu atau untuk memahami mengapa pengalaman suatu negara dalam membangun ekonominya berbeda dengan negara lain, maka perlu juga diketahui sejarah ekonomi dari negara itu sendiri. Sering dikatakan bahwa keadaan perekonomian negara-negara berkembang (LDCs), seperti Indonesia, India, dan Malaysia selama ini tidak lepas dari pengaruh sistem perekonomian atau orientasi pembangunan ekonomi yang diterapkan, pembangunan infrastruktur fisik dan sosial (seperti pendidikan dan kesehatan) yang di lakukan, dan tingkat pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau, yakni pada zaman penjajahan (kolonialisasi).
Akan tetapi, pengalamn yang berbeda dalam pembangunan ekonomi di dalam kelompok LDCs itu sendiri, misalnya antara Indonesia dan Suriname, dua-duanya bukan jajahan Belanda, dengan Singapura, Malaysia, India dan Hong Kong yang pernah di jajah oleh Inggris dan sekarang lebih maju. Terkecuali India, kemiskinan masih mendominasi permasalahan ekonominya hingga sekarang, terutama di sebabkan oleh jumlah penduduknya yang sangat banyak dan struktur sosial serta sistem politiknya yang menimbulkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan.

Bab ini terdiri dari dua bagian utama, yakni, pertama, uraian secara garis besar sejarah ekonomi indonesia pada lima (5) periode, yakni pada zaman pemerintahan orde lama (1950-1996), pemerintahan orde baru (1966-Mei1998), pemerintahan transisi (Mei1998-November1999), pemerintahan Gus Dur (2000-2001), dan pemerintahan Megawati, serta sistem perekonomian Indonesia.
Sejarah Ekonomi Indonesia

1.      Pemerintahan Orde Lama
Pada tanggal 17 agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun demikian, tidak berarti dalam prakteknya Indonesia sudah bebas dari belanda dan bisa memberi perhatian sepenuhnya pada pembangunan ekonomi. Karena hingga menjelang akhir 1940-an, Indonesia masih menghadapi dua peperangan besar dengan Belanda, yakni pada aksi Polisi I dan II.
Selama dekade 1950-an hingga pertengahan tahun 1965, Indonesia dilanda gejolak politik di dalam negeri dan beberapa pemberontakan di sejumlah daerah, seperti di Sumatera dan Sulawesi. Tahun 1965 dan 1966 laju pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) masing-masing hanya sekitar 0,5% dan 0,6%. Selain laju ekonomi yang turun sejak tahun 1958, defisit saldo neraca pembayaran (BOP) dan defisit anggaran pendapatan dan belanja pemerintah (APBN) terus membesar dari tahun ke tahun.selain itu, selama periode orde lama kegiatan produksi di sektor pertanian dan sektor industri manufaktur berada pada tingkat yang sangat rendah karena keterbatasan kapasitas produksi dan infra struktur pendukung, baik fisik maupun non fisik seperti pendanaan dari bank.
Dapat disimpulkan bahwa buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama terutama di sebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik selama pendudukan jepang.
Mengikuti kerangka analisis dari Dumairy (1996), periode Orde Lama atau sejak 1945 hingga 1965 dapat di bagi menjadi tiga periode yaitu: periode 1945-1950, periode demokrasi parlementer (1950-1959), dan periode demokrasi terpimpin (1959-1965).

Selama periode 1950-an, struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisasi. Sektor formal/modern seperti pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian komersil yang memiliki kontribusi lebih besar daripada sektor informal/tradisional terhadap output nasional atau PDB di dominasi oleh perusahaan-perusahaan asing yang kebanyakan berorientasi ekspor. Struktur ekonomi seperti yang di gambarkan di atas, yang oleh Boeke (1954) disebut dual societies, adalah salah satu karakteristik utama dari LDCs yang merupakan warisan kolonialisasi.

Pada akhir september 1965, ketidakstabilan politik di Indonesia mencapai puncaknya dengan terjadinya kudeta yang gagal dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejak peristiwa berdarah tersebut terjadi suatu perubahan politik yang drastis di dalam negeri, yang selanjutnya juga mengubah sistem ekonomi yang di anut Indonesia pada masa Orde Lama. Yakni, dari pemikiran-pemikiran sosialis ke semikapitalis.

2.      Pemerintahan Orde baru
Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan Orde baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh pihak ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Menjelang akhir tahun 1960-an, atas kerja sama dengan Bank Dunia, IMF, dan ADB (Bank Pembangunan Asia) di bentuk suatu kelompok konsorsium yang disebut Inter-Government Group On Indonesia (IGGI), yang terdiri atas sejumlah negara maju, termasuk Jepang dan Belanda, dengan tujuan membiayai pembangunan ekonomi di Indonesia.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di indonesia pada masa Orde baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat itu di anggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi seperti kesempatan kerja dan defisit neraca pembayaran.
Pada bulan April 1969 Repelita I (Rencana pembangunan Lima Tahun Pertama). Sebelum pembangunan di lanjutkan pada tahap berikutnya, yakni tingal landas mengikuti pemikiran Rostow dalam Stages or growth-nya, selain stabilisasi, rehabilitasi dan pembangunan yang menyeluruh pada tahap dasar, tujuan utama pelaksanaan Repelita I adalah untuk membuat Indonesia menjadi swasembada, terutama dalam kebutuhan beras.
Sebagai suatu rangkuman, sejak masa Orde Lama hingga berakhirnya masa Orde Baru dapat di katakan bahwa Indonesia telah mengalami dua orientasi kebijakan ekonomi yang berbeda, yakni dari ekonomi tertutup yang berorientasi sosialis pada zaman rezim Soekarno ke ekonomi terbuka berorientasi kapitalis pada masa pemerintahan Soeharto. Perubahan orientasi kebijakan ekonomi ini membuat kinerja ekonomi nasional pada masa pemerintahan Orde Baru menjadi jauh lebih baik di bandingkan pada masa pemerintahan Orde Lama.

3.      Pemerintahan Transisi
Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar Baht Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘ jual’. Pada hari Rabu, 2 Juli 1997, bank sentral Thailand terpaksa bahwa nilai tukar baht di bebaskan dari ikatan dengan dolar AS. Sejak itu nasibnya di serahkan sepenuhnya kepada pasar. Hari itu juga pemerintah thailand meminta bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresikan nilai baht sekitar 15% hingga 20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS.
Sekitar bulan September 1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai menggoncang perekonomian nasional. Pada akhir bulan Oktober 1997, lembaga keuangan internasional itu mengumumkan paket bantuan keuangannya pada Indonesia yang mencapai 40 miliar dolar AS, 23 miliar di antaranya adalah pertahanan lapis pertama (front-line defence). paket progam pemulihan ekonomi yang di syaratkan IMF pertama kali diluncurkan pada bulan November 1997, bersama pinjaman angsuran pertama senilai 3 miliar dolar AS.
Berbeda dengan Korea Selatan dan Thailand, dua negara yang sangat serius dalam melaksanakan program reformasi, pemerintah Indonesia ternyata tidak melakukan reformasi sesuai kesepakatannya dengan IMF. Akhirnya, pencairan pinjaman angsuran kedua senilai 3 miliar dolar AS yang seharusnya di lakukan pada bulan Maret 1998 terpaksa di undur.
Menjelang minggu-minggu terakhir bulan Mei 1998, DPR untuk pertama kalinya dalam sejarah indonesia dikuasai/di duduki oleh ribuan mahasiswa/siswi dari puluhan perguruan tinggi dari Jakarta dan luar Jakarta. Puncak dari keberhasilan  gerakan mahasiswa tersebut, di satu pihak, dan dari krisis politik di pihak lain, adalah pada tanggal 21 Mei 1998, yakni Presiden Soeharto mengundurkan diri dan di ganti oleh wakilnya, B.J.Habibie. Tanggal 23 Mei 1998, presiden Habibie membentuk kabinet baru, awal dari terbentuknya pemerintahan transisi.
Pada awalnya pemerintahan yang di pimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Akan tetapi setelah setahun berlalu, masyarakat mulai melihat bahwa sebenarnya pemerintahan baru ini tidak berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Mereka juga orang-orang rezim Orde Baru, dan tidak ada perubahan-perubahan yang nyata. Bahkan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) semakin menjadi-jadi, kerusuhan muncul dimana-mana, dan masalah Soeharto tidak terselesaikan. Akhirnya, banyak kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya pemerintahan transisi daripada pemerintahan reformasi.

4.      Pemerintahan Reformasi
Pada pertengahan tahun 1999dilakukan pemilihan umum, yang akhirnya dimenangi oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tanggal 20 Oktober menjadi akhir dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering di sebut juga pemerintahan reformasi. Pada awal pemerintahan reformasi yang di pimpin oleh presiden Wahid, masyarakat umum dan kalangan pengusaha serta investor, termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan Gus Dur untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional dan menuntaskan semua permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim Orde Baru, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), supremasi hukum, hak asasi manusia (HAM), penembakan Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, peranan ABRI di dalam politik dan masalah disentegrasi.
Indikator kedua yang menggambarkan rendahnya kepercayaan pelaku bisnis (dan masyarakat pada umumnya) terhadap pemerintahan Gus Dur adalah pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pada awal tahun 2000 kurs rupiah sekitar 7000, dan pada tanggal 9 Maret 2001 tercatat sebagai hari bersejarah, yaitu awal kejatuhan rupiah, yang menembus level Rp 10.000 per dolar. Untuk menahan penurunan lebih lanjut, Bank Indonesia secara agresif terus melakukan intervensi pasar dengan melepas puluhan juta dolar AS per hari melalui bank-bank pemerintah. Namun pada 12 Maret 2001, ketika Istana Presiden di kepung para demonstran yang menuntut presiden Gus Dur mundur, nilai tukar rupiah semakin merosot. Pada bulan April 2001 sempat menyentuh Rp 12.000 per dolar AS. Inilah rekor kurs rupiah terendah sejak Abdurrahman Wahid terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia. Berdampak negatif terhadap roda perekonomian nasional yang bisa menghambat usaha pemulihan, bahkan bisa membawa Indonesia kedua yang dampaknya terhadap ekonomi, sosial, dan politik akan jauh lebih besar daripada krisis pertama.
Dampak negatif ini terutama karena dua hal. Pertama perekonomian Indonesia masih sangat tergantung pada impor, baik untuk barang-barang modal dan pembantu, komponen dan bahan baku, maupun barang-barang konsumsi. Kedua, ULN Indonesia dalam nilai dolar AS, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, sangat besar. Indikator-indikator lainnya adalah angka inflasi yang di prediksi dapat menembus dua digit dan cadangan devisa yang pada minggu terakhir Maret 2000 menurun dari 29 miliar dolar As menjadi 28,875 dolar AS.
5.      Pemerintahan Gotong Royong
Setelah presiden wahid turun, Megawati menjadi presiden Indonesia yang kelima. Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk dari pada masa pemerintahan Gus Dur. Pada tahun 2002 kondisi perekonomian sedikit lebih baik daripada tahun 2001, walaupun menjelang akhir tahun 2002 Indonesia di goncang dengan bom Bali. Menurut data BPS yang dikeluarkan pada bulan Februari 2003, perubahan PDB tahun 2002 sebesar 3,66%, di atas nilai perkiraan minimum yakni 3,3%, tetapi lebih rendah dari asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2002 yang direvisi menjadi 4% setelah tragedi Bali.
Dalam hal ekspor, sejak 2000 nilai ekspor nonmigas Indonesia terus menurun, dari 62,1 miliar dolar AS ke 56,3 miliar dolar AS tahun 2001, dan tahun 2002 42,5 miliar dolar AS (hingga September). Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan III-2002 hanya sekitar 1,61% di bandingkan triwulan III-2001. Akan tetapi tingkat inflasi tahun 2002 sudah mencapai 10% (dua digit). Akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif telepon serta listrik yang sempat diberlakukan pada awal tahun 2003.tingkat inflasi pada tahun 2003 terutama pada bulan-bulan pertama, bisa jauh lebih tinggi dari 10%. Berbeda dengan pergerakan indeks harga konsumen (IHK), tingkat suku bunga tahun 2002 cenderung menurun, walaupun masih lebih tinggi dibandingkan 1999.
IHSG juga cenderung menurun sejak 1999, yang bisamencerminkan dua hal. Dalam hal perbankan, dapat dikatakan bahwa sektor perbankan merupakan faktor penghambat terbesar terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia sejak krisis tahun 1997, termasuk pada masa pemerintahan Gotong Royong.  Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) terhadap perbankan di 14 negara di Asia Pasifik tahun 2002 (yang di publikasikan awal Mei 2002), perbankan Indonesia berada di urutan terendah dalam hal standar dan kualitas dengan indeks 2,06;sedangkan teratas adalah AS dengan indeks 9,3.
Sedangkan menurut perkiraan IMF pertumbuhan PDB riil Indonesia tahun 2003 cukup optimis, yakni sebesar 4,5% (naik dari perkiraan sebelumnya pada tahun 2002 sebesar 3,5%). Namun, dibandingkan negara-negara lainnya di Asia, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak termasuk yang paling tinggi. Dari pihak Indonesia, pemerintah sendiri menargetkan 4%, setelah direvisi dari target semula 5% dalam rencana APBN (RAPBN) 2003, setelah bom Bali. Menurut BPS, pada triwulan I dan II tahun 2003 dampak peledakan bom di Bali.

Sistem Ekonomi Indonesia

1.      Pengertian – pengertian Sistem Ekonomi
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya baik kepada individu maupun organisasi di negara tersebut. Sistem perekonomian di Indonesia pada dasarnya berlandaskan pada sistem perekonomian pancasila.
Ekonomi pancasila merupakan ilmu ekonomi kelembagaan (Institutional Economics) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kelembagaan pancasila sebagai ideologi negara.
Sistem ekonomi pancasila dicirikan oleh lima hal sebagai berikut :
1.      Koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional
2.      Manusia adalah “economic man” sekaligus “social and religius man”
3.      Ada kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme dan kemerataan sosial.
4.      Prioritas utama kebijakan diletakkan pada penyusunan perekonomian nasional yang tangguh.
5.      Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi seperti yang dicerminklan dalam cita-cita koperasi.

Sistem perekonomian yang di anut bangsa Indonesia saat ini sudah saatnya di ganti dengan sistem perekonomian nasional, karena tidak mampu lagi memenuhi tuntutan dan kesejahteraan rakyatnya.
Sanusi (2000) juga mengutip pengertian sistem ekonomi dari Lemhannas sebagai berikut.
Sistem ekonomi merupakan cabang dari ilmu ekonomi. Adapun sistem di artikan sebagai suatu totalitas terpadu yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi, dan saling tergantung menuju tujuan bersama tertentu.
Dalam Sanusi disebut ada tujuh elemen penting dari sistem ekonomi:
1.      Lembaga-lembaga/pranata-pranata ekonomi
2.      Sumber daya ekonomi
3.      Faktor-faktor produksi
4.      Lingkungan ekonomi
5.      Organisasi dan manajemen
6.      Motivasi dan perilaku pengambilan keputusan dan pemain dalam sistem itu, dan
7.      Proses pengambilan keputusan

2.      Sistem – sistem Ekonomi
Menurut Sanusi (2000), perbedaan antarsistem ekonomi satu dengan yang lainnya terlihat dari ciri-cirinya, yaitu :
1.      Kebebasan konsumen dalam memilih barang atau jasa yang di butuhkan
2.      Kebebasan masyarakat memilih lapangan kerja
3.      Pengaturan pemilihan/pemakaian alat-alat produksi
4.      Pemilihan usaha yang di manifestasikan dalam tanggung jawab manajer
5.      Pengaturan atas keuntungan usaha yang diperoleh
6.      Pengaturan motivasi usaha
7.      Pembentukan harga barang konsumsi dan produksi
8.      Penentuan pertumbuhan ekonomi
9.      Pengendalian stabilitas ekonomi
10.  Pengambilan keputusan
11.  Pelaksanaan pemerataan kesejahteraan

Secara umum ada tiga macam sistem ekonomi yang di kenal di dunia ini. Ketiga sistem ekonomi inii akan di uraikan secara garis besar berdasarkan penjelasan Sanusi (2000).

a.      Sistem Ekonomi Kapitalis
Dalam Sanusi, sistem ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi dimana ekayaan yang produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi terutama dilakukan untuk di jual.
Ada (6) asas yang dapat dilihat sebagai ciri dari sistem ekonomi kapitalis yakni sebagai berikut:
1.      Hak milik pribadi
2.      Kebebasan berusaha dan kebebasan memilih
3.      Motif kepentingan diri sendiri
4.      Persaingan
5.      Harga ditentukan oleh mekanisme pasar
6.      Peranan terbatas pemerintah
Dumairy (1996) mendefinisikan sistem ekonomi kapitalis dilihat dari terminologi teori ekonomi mikro. Menurutnya, sistem ekonomi kapitalis merupakan suatu sistem ekonomi yang menyadarkan diri sepenuhnya pada mekanisme pasar, prinsip laissez faire (persaingan bebas), meyakini kemampuan “the invisible hand”, dalam menuju efisiensi ekonomi.


b.      Sistem Ekonomi Sosialis

Seperti yang di jelaskan di Dumairy (1996), sistem ekonomi sosialis adalah kebalikan dari sistem ekonomi kapitalis. Bagi kalangan sosialis, pasar justru harus dikendalikan melalui perencanaan terpusat. Sistem ekonomi sosialis dapat di bagi dalam dua sub sistem, yakni sistem ekonomi sosialis dari marxis, dan sistem ekonomi sosialisme demokrat. Sistem ekonomi sosialis marxis disebut juga sistem ekonomi komando, dimana seluruh unit ekonomi, baik sebagai produsen, konsumen, maupun pekerja, tidak di perkenankan untuk mengambil keputusan secara sendiri-sendiri yang menyimpang dari komando otoritas tertinggi, yakni partai. Dalam sistem ekonomi sosialis ini, seperti yang di anut dulu oleh Uni Soviet dan negara – negara komunis di Eropa Timur, atau masih di terapkan hingga sekarang di Korea Utara dan mungkin hingga tingkat tertentu di Kuba, partai menentukan secara rinci arah serta sasaran yang harus di capai dan yang harus di laksanakan oleh setiap unit ekonomi dalam pengadaan, baik barang-barang untuk sosial ( social goods) maupun untuk pribadi (private goods)
Landasan ilmiah dari sistem ini adalah kombinasi antara prinsip-prinsip kebebasan individu dengan kemerataan sosial, jadi bukan pasar bebas yang liberal dan juga bukan paham ekonomi monetaris yang tidak menghendaki intervensi pemerintah dalam bentuk apapun. Menurut Mubyarto (2000) , berdasarkan pengalaman di jerman, ada enam kriteria sistem ekonomi sosialisme demokrat atau sistem ekonomi pasar sosial (SEPS), yaitu:
1.      ada kebebasan individu dan sekaligus kebijakan perlindungan usaha. Persaingan di antara perusahaan – perusahaan kecil maupun menengah harus di kembangkan.
2.      Prinsip – prinsip kemerataan sosial menjadi tekad warga masyarakat
3.      Kebijaksanaan siklus bisnis dan kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi
4.      Kebijaksanaan pertumbuhan menciptakan kerangka hukum dan prasarana (sosial) yang terkait dengan pembangunan ekonomi
5.      Kebijaksanaan struktural
6.      Konfornitas pasar dan persaingan

C. Sistem Ekonomi Campuran
            Sedangkan sistem ekonomi campuran adalah sistem yang mengandung beberapa elemen dari sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosialis. Seperti telah di katakan sebelumnya, sekarang ini tidak ada satupun (kecuali di Korea Utara) negara yang menerapkan sistem ekonomi sosialis atau kapitalis 100%. Jadi, sistem ini merupakan campuran antara kedua ekstrem sistem ekonomi tersebut di atas dengan berbagai variasi kadar dominasinya.
            Sanusi (2000) menjelaskan sistem ekonomi campuran sebagai berikut : dalam sistem ekonomi campuran dimana kekuasaan serta kebebasan berjalan secara bersamaan walau dalam kadar yang berbeda-beda. Ada sistem ekonomi campuran yang mendekati sistem kapitalis/liberalis karena kadar kebebasan yang relatif besar atau persentase dari sistem kapitalisnya sangat besar. Adapula sistem ekonomi campuran yang mendekati sistem ekonomi sosialis dimana peran kekuasaan pemerintah relatif besar terutama dalam menjalankan berbagai kebijakan ekonomi, moneter/fiskal, dan lain-lain. Di dalam sistem ekonomi campuran adanya campur tangan pemerintah terutama untuk mengendalikan kehidupan/pertumbuhan ekonomi, mencegah adanya konsentrasi yang terlalu besar di tangan satu orang atau kelompok swasta, juga untuk melakukan stabilisasi perekonomian, mengatur tata tertib.

3.      Sistem ekonomi Indonesia
Sistem ekonomi apa yang diterapkan di Indonesia, kapitalisme, sosialisme, atau gabungan dari kedua sistem tersebut. Dumairy (1996) menegaskan sebagai berikut. Ditinjau berdasarkan sistem pemilikan sumber daya  ekonomi atau faktor-faktor produksi, tak terdapat alasan untuk menyatakan bahwa sistem ekonomi kita adalah kapitalis.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka jelas bahwa untuk memahami sistem ekonomi apa yang di terapkan di indonesia paling tidak secara konstitutional mungkin dalam praktek sehari-harinya sangat berbeda. Seperti yang di jelaskan Sanusi (2000) sebagai berikut. Sistem ekonomi Indonesia yang termasuk sistem ekonomi campuran itu disesuaikan terutama dengan UUD 1945 sebelum di amandemen tahun 2000 yakni sistem ekonomi pancasila, dan ekonomi dengan menitikberatkan ada koperasi terutama pada masa Orde Lama sebelum tahun1996 dan hingga kini masih berkembang.
Isi pembukaan UUD 1945 menyatakan antara lain bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, yaitu”negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”.
Ketentua-ketentuan dasar konstitusional mengenai kehidupan ekonomi berdasarkan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 (sebelum di amandemen), antara lain tercantum dalam pasal-pasal 27,33, dan 34 UUD 1945. Pasal 33 di anggap sebagai pasal terpenting (yang belum di amandemen) yang mengatur langsung sistem ekonomi Indonesia, yakni prinsip demokrasi ekonomi. Secara rincipasal 33 menetapkan tiga hal:
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara
3.      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan pasal 27 ayat 2 menetapkan bahwa setiap warga negara (WNI) berhak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak. Dan pasal 34 menetapkan bahwa kaum masyarakat miskin dan anak-anak yang terlantar di pelihara negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar