Hi semua. . . . ! Perkenalkan nama saya Fakri, lengkapnya Fakri Suka Miskin. Tapi bukan berarti saya cinta miskin yah. . . .! Awalnya ayah saya ingin memberikan nama Fakir Suka Miskin kepada saya, dengan harapan akan bernasib sebaliknya. Namun ibu saya tidak setuju, karena nama tersebut terlalu tragis menurutnya. Akhirnya nama saya menjadi Fakri Suka Miskin, perpaduan dari pendapat ayah dan ibu saya. Saya adalah seorang pemuda yang baru akan menginjak bangku SMA. Meski pekerjaan orang tua saya hanya seorang buruh dengan penghasilan yang pas-pasan, namun mereka berkemauan keras untuk menyekolahkan saya sampai ke perguruan tinggi. Oleh karena itu banyak sekali impian-impian dan harapan-harapan yang ingin sekali saya raih. Tidak jauhlah, impian saya sekarang ini hanyalah membahagiakan orang tua dengan prestasi-prestasi yang saya raih. Tapi satu hal yang menjadi prinsip saya, yaitu selalu bersikap disiplin dan sopan santun dalam berbagai hal. Ya. . . walaupun kita ketahui bahwa jarang sekali ada pemuda yang seperti itu di zaman sekarang ini. Namun saya akan tetap berpegang teguh pada prinsip saya ini. Karena bagaimanapun sikap disiplin dan sopan santun ini akan sangat bermanfaat bagi saya dan tentunya orang-orang yang ada disekitar saya. Cukup ya perkenalannya . . . .?
Saat ini saya bersekolah di SMA Pertiwi. Beruntung sekali orang seperti saya bisa bersekolah di SMA terfavorit di Bandung ini hanya dengan modal otak yang pas-pasan. Ini adalah pertamakalinya saya masuk di sekolah ini. Rasanya seperti berada di istana kerajaan dengan alunan-alunan musik yang merdu sembari mengiringi putri-putri kerajaan yang cantik dan rupawan. Maklumlah sekolah elit, sudah jadi tradisi kalau banyak cewek-cewek cantiknya. Tapi bukan hanya tampang mereka saja yang cantik, namun otak mereka pun berisi. Kalau saya boleh ungkapkan dengan lagu “sempurnaaa. . . .” Kayak nama rokok aja “sempurna”, okh bukan ya, tapi “sampurna” heheheh cuma becanda. Tapi. . . . . .emang bener sih kalau mereka itu sempurna. Emngggg. . . .tapi. . .ya sudahlah.
Seperti biasa setiap ada peserta didik baru, kakak-kakak kelas selalu mengadakan MOS atas persetujuan kepala sekolah. Tahukan MOS itu apa? jadi gak perlu dijelasin dong. . ! Seperti biasa lagi, MOS itu selalu menyusahkan dimulai dari kita, orang tua, sampai orang-orang terdekat kita. Namun tak dapat saya pungkiri bahwa kegiatan MOS ini memang seru abis. . . . ! Sudah hampir satu minggu kegiatan ini dilaksanakan dan akan segera berakhir. Sebagai penutupnya adalah acara menginap bersama di sekolah. Widih….. acaranya rame banget…! Tapi, saking ramenya hingga tidak dapat diingat dan disimpan dalam otak saya. Setelah kegiatan MOS, semuanya terasa berakhir sudah. Tak ada lagi canda tawa bersama, tak ada lagi kebersamaan, tak ada lagi kesiangan, tak ada lagi suka duka yang semua lewati bersama. Lupakan . . .!
Hari ini adalah hari dimana dimulainya kurikulum. Rasanya sangat ngantuk, apalagi dengan pelajaran-pelajarannya yang membuat kepala ini semakin berdenyut-denyut. Tapi walau begitu, saya tetap merasa percaya diri kok, pasalnya waktu di SMP saya selalu mendapat peringkat tiga besar di kelas. Ya…. setidaknya itu bisa dijadikan modal untuk saya. Dengan rasa kantuk ini, akhirnya saya dapat melewati setiap jam pelajarannya sampai tibalah waktu istirahat. Waktu beristirahat saya gunakan untuk pergi ke kantin. Saat perjalanan ke kantin, saya bertemu dengan seorang wanita yang cantik luar biasa. Sambil berjalan kami saling memandang dari mata kemata. Dia pun menyapa sambil tersenyum kearah saya.
“Hi……!” sapanya sambil tersenyum.
“Hallo…!” jawab saya sambil memberikan senyuman terindah.
Hati saya rasanya jadi cenat-cenut setelah kejadian itu. Yang awal mulanya saya malas dan ngantuk, kini berubah jadi semangat.
Istirahat telah berakhir, saya kembali menuju ke kelas. Saya pun mulai bersemangat untuk belajar lagi. Saya berfikir belajar di SMA mungkin akan sama saja dengan belajar di SMP. Namun pada kenyataannya, jauh sekali dengan apa yang saya pikirkan selama ini. Setelah beberapa hari saya bersekolah di SMA, saya baru merasakan bahwa belajar di SMA sangatlah sulit. Dimulai dari pelajarannya yang dikembangkan, pekerjaan rumah yang begitu banyak hingga menumpuk, sampai saingan-saingannya yang berat dan cukup banyak. Hal itu terus saya pikirkan dan menjadi beban pikiran saya. Tidak terasa akhirnya bel tanda pelajaran selesai pun dibunyikan. Saya pun kembali berjalan melewati tiap-tiap koridor sekolah menuju pulang. Saya merasa kaget sekali karena tiba-tiba Cerri teman sekelas saya terpeleset dan jatuh dalam pelukan saya. Hembusan nafasnya membuat bulu kuduk saya merinding dan tatapan matanya yang tajam, entah mengapa membuat hati ini jadi tak karuan. Sayangnya rasa itu langsung hilang begitu ia tidak dalam pelukan saya lagi dan mendorong saya. Cerri pun berkata kepada saya.
“Ih apa-apaan sih loe? Cari kesempatan dalam kesempitan aja !” ucapnya sambil marah.
“Eh kamu itu gak tahu terimakasih banget sih. Sudah untung kamu saya tolongin, harusnya kamu tuh berterimakasih pada saya bukannya marah-marah gitu” jawab saya tak mau kalah.
“Enak banget loe, udah pegang-pegang gue, harus minta maaf pula” jawabnya lagi menentang saya.
“Ya sudahlah terserah kamu. Tapi asal kamu tahu aja yah…! Aku juga ogah angkat-angkat badan kamu yang berat itu” ledek saya kepada Cerri.
“Sialan banget sih ini cowok, bikin gue sebel aja” kata Cerri sambil berjalan menjauh dari saya.
“Cantik-catik kok galak. Mending wanita yang tadi aja, udah cantik, ramah pula. Sayangnya saya lupa tanya namanya” ucap saya dalam hati sembari membayangkan wanita itu.
Saya pun melanjutkan perjalanan menuju keluar gerbang sekolah. Tak disangka-sangka akhirnya saya bertemu lagi dengan wanita yang cantik dan ramah itu. Ternyata wanita itu bernama Dewi. Saya mengajak untuk pulang bersama kepadanya. Ya . . . . walaupun rumah kita itu berbeda arah.
Saya pun sampai di rumah. Seperti biasa, sepulang sekolah saya selalu membantu meringankan pekerjaan orang tua saya dan malamnya saya mulai belajar. Esoknya saya pergi ke sekolah pagi-pagi untuk melaksanakan piket kelas. Hari ini adalah hari dimana nilai IQ setiap siswa akan diberitahukan. Ternyata hasilnya sangat menyedihkan dan menyebalkan. Saya mencetak rekor IQ terendah di kelas dan buah Cerri yang nyebelin dan super duper jutek itu mendapat IQ tertinggi di kelas.
“Belum juga kelar masalah pekerjaan rumah dan saingan-saingan saya, udah datang lagi masalah ini” ungkapku dalam hati.
Kalau terus-menerus seperti ini, lama-lama saya bisa jadi depresi. Apalagi begitu saya tahu bahwa IQ saya paling rendah diantara teman-teman lain. Saya merasa terpukul dengan hal itu dan saya selalu memikirkan hal itu hingga kepala ini rasanya mau pecah.
Nilai saya kini telah mengalami penurunan, mungkin karena saya terlalu banyak memikirkan masalah-masalah itu yang berakibat pada penurunan nilai-nilai akademik saya. Apalagi akhir-akhir ini saya sering memikiran Dewi, wanita yang ramah itu. Karena saya sudah cukup kenal dengan Dewi, jadi tiap hari saya selalu menghampiriya dan memberikan lelucon-lelucon menarik atau kata-kata mutiara untuknya. Rasa-rasanya saya ini telah jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Dewi. Saya sangat menyukai Dewi dan saya fikir begitu juga yang dirasakan Dewi kepada saya. Ya . . . .bagaimana dia tidak menyukai saya? setiap hari saya suguhkan kepadanya hal-hal yang unik dan menarik.
Ya. . .begitulah saya, orangnya humoris, romantis, tapi kadang egois. Kembali kemasalah Cerri. Berbeda sekali dengan Dewi yang selalu memberikan kebahagiaan, tapi Cerri? Setiap hari bikin keributan. Rasanya tiada henti-hentinya pertentangan antara saya dan Cerri. Secara saya sekelas dengannya, tiap hari ketemu, ya tiap hari juga bertengar. Namun saya heran, kenapa setiap saya dekat dengan Cerri, ada sesuatu perasaan yang tak dapat saya jelaskan. “Apa mungkin karena kejadian waktu itu?” fikir saya dalam hati. Dan kenapa saya tidak merasakan hal yang sama ketika saya dekat dengan Dewi, yang jelas-jelas saya sukai. Saya yang suka kepada Dewi hanya berharap Dewi pun akan menyukai saya. Ternyata Dewi pun menceritakan bagaimana perasaannya kepada saya. Dewi pun sama-sama menyukai saya, menyukai ketulusan dan kepintaran saya ketika menghiburnya. Namun kini semua masalah tertuju pada saya. Saya harus memilih antara cinta dan cita-cita. Jika saya terus bersama cinta, mungkin ini akan membuat nilai-nilai saya semakin menurun. Tapi kalau tidak. . . .?
Saya pun menghampiri teman saya dan menceritakan semua masalah-masalah saya.
“Lan, gimana nih masalahku?” tanya saya pada Derlan.
“Gimana apanya?” ledek Derlan.
“Ya. . .solusinya. Pikiranku sudah kusut banget nih!” jawab saya.
“Kusut mana sama benang kusut?” ledeknya lagi.
“Akh kamu ini bercanda terus. Aku serius nih” ucap saya sedikit marah.
“Aku bahkan dua rius. Heheheh. Oke...oke. Kalau menurut aku, lebih baik kamu kejar dulu cita-cita kamu sampai kamu sukses” saran Derlan.
“Benarkah?” tanya saya masih bingung.
“Ya…itu juga terserah kamu. Toh ini juga masalah kamu kan? Lagian kalau emang jodoh gak bakalan kemana kok!” jawabnya meyakinkan.
Sekarang semua masalah ini tergantung pada pilihan saya. Saya harus memilih satu diantara dua pilihan ini. Dan akhirnya saya lebih memilih saran dari Derlan, untuk mengejar cita-cita saya sampai menjadi sukses.
Saya pun mulai mengawali hari saya di sekolah tanpa C.I.N.T.A. Mulai dari sekarang saya berjanji untuk lebih giat belajar. Tak sia-sialah perjuangan saya selama ini, nilai-nilai saya pun mengalami peningkatan kembali sampai menuntun saya menuju gerbang kesuksesan. Sekarang saya bekerja disebuah kantor sebagai asisten manager. Bagai sayur tanpa garam, itulah istilah yang tepat untuk saya. Saya sudah sukses, tapi terasa tak lengkap jika tak didampingi dengan pasangan.
Dalam perjalanan pulang dari kantor, tiba-tiba saya bertemu lagi dengan Cerri. Namun Cerri yang sekarang sangat berbeda dengan Cerri yang jutek seperti dulu. Sekarang Cerri orangnya asik, baik, dan semakin cantik dengan jilbab yang dikenakannya. Entah baru berapa bulan kita bertemu lagi, sebuah surat undangan pernikahan pun telah disebar keseluruh penjuru. Pada waktu acara pernikahan saya dengan Cerri, datanglah teman-teman di SMA dulu termasuk Dewi. Setelah bersalaman dengan saya, Dewi pun menuju ke taman belakang sambil menangis. Saya menghampirinya dan bertanya.
“Kamu kenapa menangis wi? Apa kamu….?”
“Aku….aku…selama ini aku masih nungguin kamu Fakri” jawab Dewi.
“Apa? Tapi gimana wi, nasi sudah jadi bubur. Kamu jangan sedih ya wi, aku yakin kamu pasti akan mendapatkan orang yang jauh lebih baik dari aku” hibur saya.
“Iya. Makasih ya kamu sudah menghibur aku” ucap Dewi.
“Tenang aja, jodoh pasti akan datang dengan sendirinya kok!” hibur saya lagi.
Dewi pun tersenyum dan menghapus air matanya. Dan sekarang saya dan Cerri adalah pasangan yang berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar